Orang Bali termasuk saya percaya dgn reinkarnasi sbg proses kelahiran kembali. Ada sebuah tradisi di Bali untuk mengetahui siapa yg ber-reinkarnasi ini. Namanya meluasin, yaitu prosesi bertanya kepada orang pintar (bahasa Bali-nya Balian) dgn membawa seperangkat sesajen. Balian-nya pun khusus pada orang yg memiliki kemampuan memanggil roh. Bayi ketika masih berumur 7-35 hari oleh pihak keluarganya akan ditanyakan kepada Balian siapa yg ber-reinkarnasi ke tubuh si bayi. Orang Bali menyebut reinkarnasi dgn istilah ngidih nasi (minta nasi). Saat proses penanyaan ini berlangsung, sang Balian tidak trance/kerasukan, tapi kondisi sadar. Dia akan berkomunikasi dgn roh dgn jalan mengundang sang roh hadir disitu. Saya bisa katakan sang roh hadir, melihat cara sang balian saat memberikan pernyataan-pernyataannya. Sang Balian akan terdiam sejenak kalo ada pertanyaan seolah-olah mendengarkan sesuatu dari yg ada disebelahnya, padahal disebelahnya kita tidak melihat siapapun atau apapun. Kadang-kadang sang balian akan bicara sendiri menegaskan apa pertanyaan kita kepada roh. Aneh emang. Dari proses ini nanti sang roh yg reinkarnasi ke tubuh bayi tadi akan menyampaikan siapa dirinya, apa ciri-ciri lahir si bayi, kemudian pada saat upacara ritual bayi berusia 35 hari atau 6 bulan (nyambutin) akan minta sarana khusus. Bisa jadi roh yg reinkarnasi ini adalah leluhur-leluhur kita sekian generasi sebelumnya yg tidak kita kenal. Maka dari itu utk meyakinkan, kita mengajak orang-orang tua yg masih ada untuk mengenali apakah betul ada nama A atau B atau C dulu dalam keluarga kita. Kemudian sampai dirumah akan dicek bener enggak tanda-tanda lahir yg disebutkan ama balian tadi. Biasanya sih tepat. Sistem patrilinial yg lebih mengutamakan garis keturunan laki-laki (purusha) dalam kehidupan di Bali juga menjadi acuan orang Bali dalam menafsirkan siapa yg reinkarnasi. Reinkarnasi bisa jadi laki-laki ke perempuan dan sebaliknya. Ketika sang balian mengatakan bahwa roh yg ber-reinkarnasi adalah si A atau si B, orang Bali pasti mikirnya kepada keluarga ayah si bayi. Saya tidak sependapat. Kenapa?. Persatuan antara wanita dan laki-laki dalam perkawinan merupakan perantara kehadiran bayi didunia. Persatuan ini menyebabkan darah ibu & ayah mengalir di tubuh bayi. Jadi pihak leluhur sang ibu/wanita juga mempunyai hak. Kalau sang roh melalui perantara balian menyebutkan dirinya dgn istilah bapa (bapak) jangan langsung menafsirkan sbg kakek/bapak/leluhur laki2 kita yg lain yg ber-reinkarnasi. Bapa ini bisa jadi hewan yg telah mencapai karma baik tertentu dan ber-reinkarnasi menjadi manusia. Biasanya, karakter roh dalam kehidupan sebelumnya ada kemiripan dengan karakter manusia yg dia masukin sekarang. Mirip tapi tidak mutlak karena karakter bisa dipengaruhi oleh lingkungan kan?. Kalau roh yg ber-reinkarnasi ditubuh saya ini, menurut cerita orang tua saya, adalah seorang wanita adik kandung dari kakek di pihak ayah. Jadi statusnya masih nenek bagi saya. Mungkin iya mengingat saya termasuk cucu yg sangat dekat dgn kakek. Tentang karakternya belum sempat saya tanyakan ke alm.kakek saya, jadi tidak bisa membandingkan dgn karakter saya sekarang. Entahlah. Kita bisa percaya bisa tidak dgn reinkarnasi, paling tidak tulisan ini bisa menjadi informasi bagi yang membutuhkan.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment